Menguak ‘Rekayasa Sejarah’ Majapahit

Oleh Pahrudin HM, MA

Seorang sejarawan pernah berujar bahwa sejarah itu adalah versi atau sudut pandang orang yang membuatnya. Versi ini sangat tergantung dengan niat atau motivasi si pembuatnya. Barangkali ini pula yang terjadi dengan Majapahit, sebuah kerajaan maha besar masa lampau yang pernah ada di negara yang kini disebut Indonesia. Kekuasaannya membentang luas hingga mencakup sebagian besar negara yang kini dikenal sebagai Asia Tenggara. Namun demikian, ada sesuatu yang ‘terasa aneh’ menyangkut kerajaan yang puing-puing peninggalan kebesaran masa lalunya masih dapat ditemukan di kawasan Trowulan Mojokerto ini. Sejak memasuki Sekolah Dasar, kita sudah disuguhi pemahaman bahwa Majapahit adalah sebuah kerajaan Hindu terbesar yang pernah ada dalam sejarah masa lalu kepulauan Nusantara yang kini dikenal dengan Indonesia. Inilah sesuatu yang terasa aneh tersebut. Pemahaman sejarah tersebut seakan melupakan beragam bukti arkeologis, sosiologis dan antropologis yang berkaitan dengan Majapahit yang jika dicerna dan dipahami secara ‘jujur’ akan mengungkapkan fakta yang mengejutkan sekaligus juga mematahkan pemahaman yang sudah berkembang selama ini dalam khazanah sejarah masyarakat Nusantara.

‘Kegelisahan’ semacam inilah yang mungkin memotivasi Tim Kajian Kesultanan Majapahit dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah Yogyakarta untuk melakukan kajian ulang terhadap sejarah Majapahit. Setelah sekian lama berkutat dengan beragam fakta-data arkeologis, sosiologis dan antropologis, maka Tim kemudian menerbitkannya dalam sebuah buku awal berjudul ‘Kesultanan Majapahit, Fakta Sejarah Yang Tersembunyi’. Buku ini hingga saat ini masih diterbitkan terbatas, terutama untuk menyongsong Muktamar Satu Abad Muhammadiyah di Yogyakarta beberapa waktu yang lalu. Sejarah Majapahit yang dikenal selama ini di kalangan masyarakat adalah sejarah yang disesuaikan untuk kepentingan penjajah (Belanda) yang ingin terus bercokol di kepulauan Nusantara. Baca lebih lanjut

Sisingamangaraja, Korban Rekayasa Sejarah

Oleh Ahmad Mansur Suryanegara

Lazim diketahui oleh para ahli sejarah bahwa pola penulisan sejarah yang dewasa ini berkembang mengikuti klasifikasi tertentu. Ada penulisan sejarah berdasar agama, disebut religious historical, ada pula yang memandangnya dari sudut lain, nasionalisme misalnya.

Konsep nasionalisme sebagai suatu ideologi merupakan konsep yang baru. Menurut Islam konsep ini bertentangan dengan konsep kesatuan umat. Ia hanyalah sarana bagi musuh-musuh Islam untuk memecah dan melemahkan kekuatan Islam. Jadi konsep penulisan sejarah dengan bersandarkan pada nasionalisme juga merupakan pola penulisan yang baru.

Perjuangan Si Singamangaraja, Pattimura, P. Diponegoro dan yang lainnya secara substansial sulit dimasukkan dalam frame perjuangan berskala nasional. Apalagi dikaitkan dengan semangat nasionalisme. Data sejarah menunjukkan bahwa dasar perjuangan mereka dalam melawan penjajahan adalah Islam. P. Diponegoro bahu membahu dengan para ulama menyatukan rakyat untuk bertempur melawan para penjajah. Begitu pula dengan Cut Nya’ Dien, Pattimura, Si Singamangaraja dan lain lainnya. Baca lebih lanjut